Coaching, mungkin kita sudah sangat sering mendengar kata tersebut. Sebagai leader , konon kita dituntut untuk melakukan coaching bagi tim kita. Pernah saya mendengar kalimat seperti ini, “ coaching itu harusnya dilaksanakan oleh supervisor , kalau sudah sampai manager , sudah parah masalahnya.” Dalam berbagai diskusi-diskusi ringan seringkali juga muncul kesimpulan bahwa coaching diperuntukan hanya untuk "anak-anak bandel" yang butuh sentuhan "guru BP". Karena kesan coaching sebagai ritual bagi karyawan-karyawan bermasalah itulah muncul malu, atau bahkan rasa takut saat seseorang di- coach oleh atasannya. Saya pernah melihat hal seperti ini saat saya terlibat dalam proses pengembangan kompetensi agen sebuah contact center . Beberapa kalimat yang sering saya dengar saat itu seperti, "duh, gue salah nih.. jadi deh kena coaching ", atau kalimay lain seperti, "itu, dipanggil aja.. biar di- coaching sama ibu (sebut aja mawar 😃😃)", atau ...
Kita tentunya sudah mengenal istilah manajemen kinerja, namun sayangnya konsep manajemen kinerja yang begitu luas seringkali disalahartikan dan dipersempit hanya dengan penilaian kinerja ( performance review/ appraisal ). Padahal penilaian kinerja hanya bagian kecil dari sistem manajemen kinerja. Jauh daripada itu, suatu sistem manajemen kinerja akan memastikan karyawan suatu perusahaan akan memiliki kompetensi yang mumpuni untuk melakukan pekerjaannya dan menghasilkan kinerja yang optimal. Untuk itu, ada beberapa metode yang dapat dilakukan, antara lain coaching, counseling, mentoring , ataupun pelatihan. Saya sependapat dengan Armstrong and Baron (2005) yang menyatakan bahwa salah satu kunci kesuksesan sebuah organisasi adalah dengan mengembangkan kemampuan individu karyawan ataupun timnya. Maka sekarang telah jelas bahwa pelatihan adalah salah satu metode pengembangan kompetensi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi, namun tentunya selama ...