Skip to main content

VUCA - Leadership Challenges


Dunia terus berubah, begitu pula dunia bisnis.

Dunia bisnis kini dihadapkan pada tantangan ketidakpastian, tantangan nyata yang kita sebut VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity), dimana lingkungan bisnis menjadi sangat  uncomfortable. Hal ini dibuktikan dengan lebih dari 50% perusahaan Fortune 500 tidak lagi exist sejak tahun 2000 (Capgemini Consulting, 2014).

VUCA is real!
 
Inggris keluar dari tatanan ekonomi Uni Eropa, Amerika menerapkan kebijakan ekonomi portektifnya. Arus uang beralih dari barat ke timur, dari Amerika/ Eropa ke Asia.
Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, VUCA adalah “the new normal” yang harus kita terima.
Lalu, siapkah HR Dept. menghadapi VUCA dalam rangka mendukung bisnis organisasi? Jawaban tentu harus selalu siap. Namun apa yang sebenarnya menjadi tantangan utama HR dalam era VUCA ini? 

Setidaknya, menurut saya ada beberapa hal yang menjadi tantangan utama HR Dept., antara lain:
1. Talent acquisition 
“Talent - talent terbaik mungkin tidak membutuhkan kita, namun kitalah yang sudah pasti sangat membutuhkan mereka”. Hal itulah yang menjadi tantangan tersendiri bagi HR. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, talent war sudah terjadi. Organisasi sudah cukup sulit untuk mendapatkan talent yang terbaik, talent terbaik selalu mempunyai pilihan untuk mendapatkan pekerjaan dan perusahaan terbaik pula.  Paket remunerasi dan jalur karir yang baik sekarang tidak lagi cukup untuk menggaet mereka. Proses rekrutmen yang cepat dan budaya organisasi pun sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka. 

2. Employee engagement
Jika dulu karyawan berpikir untuk stay dan berkarir dalam sebuah perusahaan (long term), kini mereka berpikir hanya untuk short term. Sudah terjadi pergeseran paradigma dalam diri para karyawan. Loyalitasnya bukan lagi terhadap perusahaan, namun terhadap profesi mereka. Oleh karena itu, HR pun harus merubah paradigma mereka mengenai "engagement", "engagement" tidak lagi diartikan dengan "lamanya waktu" namun mengenai rasa memiliki dan kemauam karyawan untuk berkontribusi lebih pada perusahaan. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk ini, namun tentunya yang utama adalah mencari tahu lebih dalam mengenai kebutuhan karyawan dan memberikan lingkungan yang mendukung bagi mereka untuk dapat terus berkontribusi. Untuk itu, HR harus mampu menjadi employee champion yang selalu mau mendengar dan menindaklanjuti permasalahan serta memberikan solusi.

3. Leadership
Ditengah ketidakpastian dan cepatnya perubahan dalam dunia bisnis, leader memegang peranan kunci dalam memimpin dan menjaga nilai-nilai perusahaan. Merekalah yang akan menjadi role model, dimana kecepatan dan ketepatan menjadi tuntutan namun dengan tidak melanggar tata nilai organisasi. Leader akan menjadi garda terdepan dalam menghadapi 2 tantangan HR yang lain dengan menjalankan 4 fungsi utama line manager as HR manager, yaitu attract, motivate, develop & retain anggota timnya.


Oleh karena itu, mengembangkan great leader akan menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar HR Dept. di perusahaan mana pun di era VUCA ini. HR harus mampu mengembangkan leader yang memenuhi kriteria SMART (Situational Understanding, Motivating, Advancing Goal, Reviewing Goal, & Tracking Progress) (www.hcmag.com). 

Situational Understanding
Leader dituntut untuk memahami current situation untuk dapat memetakan langkah-langkah selanjutnya. Bahkan lebih lanjut, Kepner & Tregoe (1965) menempatkan analisa situasi sebagai langkah pertama dalam proses pengambilan keputusan yang rasional.  Banyak hal yang harus dipahami oleh leader, terkadang situasi menjadi begitu kompleks hanya karena kita gagal memahami dan mengurai situasi menjadi lebih sederhana. 

Motivating
Dengan segala tantangan dan situasi yang kompleks, leader harus mampu memotivasi dirinya sendiri maupun memotivasi timnya untuk terus menjaga dan meningkatkan kinerja tim. Untuk dapat melakukan hal tersebut, leader harus diperlengkapi dengan emotional intelligence (EI) yang mumpuni. Menurut Goelman (1995),  EI terdiri dari 4 aspek utama, yaitu : self awareness, self management, social awareness, &  relationship management.

Advancing Goal 
Memajukan bisnis tidak selalu berbicara soal sisi perilaku leader¸ tapi juga kemampuannya dalam mengembangkan visi, strategi dan sasaran tim. Sasaran yang tepat adalah sasaran yang dapat mempercepat tercapainya visi, yang memotivasi dan mengoptimalkan potensi tim menjadi sebuah kinerja hebat. 

Reviewing Goal 
Era VUCA adalah era yang penuh dengan ketidakpastian yang mungkin akan membuat arah sasaran pun berubah. Leader harus mampu cepat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, baik perubahan akibat proses bisnis internal maupun akibat perubahan yang terjadi di eksternal organisasi. Sasaran harus terus direview dengan tidak melupakan visi besar organisasi dan tim. 

Tracking Progress 
Selain mengembangkan strategi dan sasaran, yang tidak kalah penting adalah tracking progress. Ini berarti adalah eksekusi strategi dan memonitor perkembangan pencapaiannya. Tracking progress juga berarti secara konsisten me-review kinerja tim dan organisasi. Dengan melakukan ini, perubahan dapat diantisipasi dengan lebih awal dan dapat dilakukan intervensi yang proper.

Sumber daya manusia adalah kunci keberhasilan suatu organisasi di era VUCA ini. Sebagus apapun senjata kita, jika kita bukan penembak yang baik, maka kita tidak akan bisa mengenai sasaran dengan tepat. Sebaik apapun strategi kita, jika kita tidak memiliki sumber daya manusia yang cakap untuk mengeksekusinya, maka sia-sialah strategi itu.

Jakarta, 3 Maret 2017
Eka Junis Setyawan

Comments

Popular posts from this blog

Coaching - Bukan Penghukuman

Coaching, mungkin kita sudah sangat sering mendengar kata tersebut. Sebagai leader , konon kita dituntut untuk melakukan coaching bagi tim kita. Pernah saya mendengar kalimat seperti ini, “ coaching itu harusnya dilaksanakan oleh supervisor , kalau sudah sampai manager , sudah parah masalahnya.” Dalam berbagai diskusi-diskusi ringan seringkali juga muncul kesimpulan bahwa coaching diperuntukan hanya untuk "anak-anak bandel" yang butuh sentuhan "guru BP". Karena kesan coaching sebagai ritual bagi karyawan-karyawan bermasalah itulah muncul malu, atau bahkan rasa takut saat seseorang di- coach oleh atasannya. Saya pernah melihat hal seperti ini saat saya terlibat dalam proses pengembangan kompetensi agen sebuah contact center . Beberapa kalimat yang sering saya dengar saat itu seperti, "duh, gue salah nih.. jadi deh kena coaching ", atau kalimay lain seperti, "itu, dipanggil aja.. biar di- coaching sama ibu (sebut aja mawar 😃😃)", atau ...

Mengukur Efektivitas dan Dampak Pelatihan

Kita tentunya sudah mengenal istilah manajemen kinerja, namun sayangnya konsep manajemen kinerja yang begitu luas seringkali disalahartikan dan dipersempit hanya dengan penilaian kinerja ( performance review/ appraisal ). Padahal penilaian kinerja hanya bagian kecil dari sistem manajemen kinerja. Jauh daripada itu, suatu sistem manajemen kinerja akan memastikan karyawan suatu perusahaan akan memiliki kompetensi yang mumpuni untuk melakukan pekerjaannya dan menghasilkan kinerja yang optimal. Untuk itu, ada beberapa metode yang dapat dilakukan, antara lain coaching, counseling, mentoring , ataupun pelatihan. Saya sependapat dengan Armstrong and Baron (2005) yang menyatakan bahwa salah satu kunci kesuksesan sebuah organisasi adalah dengan mengembangkan kemampuan individu karyawan ataupun timnya.  Maka sekarang telah jelas bahwa pelatihan adalah salah satu metode pengembangan kompetensi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi, namun tentunya selama ...